Semarang, NU Online
Anda
sulit shalat khusyuk? Anda ingin bisa konsentrasi dalam shalat,
sehingga bisa seperti Kanjeng Nabi? Baca kitab Mbah Sholeh Darat dan
ikuti ajaran-ajarannya.
Kitab yang dimaksud adalah Lathoifut Thoharoh wa Asrorus Shalah.
Dalam rangka Haul ke-112 sang waliyullah, digelar bedah kitab ini oleh
Dr. H. Muh In’amuzzahidin, M.ag dan Gus Lukman Hakim Saktiawan, keduanya
dzurriyyah Mbah Sholeh Darat, serta Ketua PCNU Kota Semarang H.
Anasom.
Acara yang digelar di Masjid KH Sholeh Darat, Jl. Kakap
Darat Tirto 212 Kelurahan Dadapsari Kecamatan Semarang Utara pada Ahad
(26/8) ini dihadiri 150-an orang dari berbagai lapisan.
In’amuzzahidin yang buyut mantu dari Mbah Sholeh Darat memaparkan soal shalat khusyuk tersebut di hadapan hadirin. Menurut dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang ini, jauh sebelum ada pelatihan shalat khusyuk oleh Dokter Abu Sangkan, Kyai Sholeh yang merupakan maha guru dari para guru ulama nusantara telah menulis pedoman shalat khusyuk dalam kitabnya yang selesai ditulis pada 27 Sya‘bân 1307 H atau 126 tahun lalu berdasar kalender hijriyah.
Dimulai dari Wudhu
In’am menerangkan, untuk bisa khusyuk dalam shalat, harus dimulai dengan wudhu yang benar. Tak hanya benar dari sisi gerakan atau aspek syariat, tapi harus diiringi niat yang tulus dan hati yang mantap.
Membasuh muka berarti membasuh wajah yang selalu sibuk menghadap pada dunia dan kemewahannya. Oleh karenanya, hendaknya dibasuh dengan air taubat dan istighfar. Membasuh tangan berarti membasuh ketergantungan kepada makhluk. Mengusap kepala berarti tawadlu’ pada Allah dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Sedangkan membasuh kaki adalah membasuh bekas langkah keliru atau dosa perbuatan.
“Kyai Sholeh Darat menjelaskan nilai-nilai spiritualitas yang berhubungan dengan bersuci dan shalat. Saat berwudhu, niatkahlah membuang nafsu dan dosa,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pedurungan ini.
Membasuh kaki berarti membasuh bekas watak manusia yang berasal dari tanah, dengan perilaku yang terpuji,” tandas sektretaris Jurusan Tafsir Hadis ini.
Jika orang sempurna wudhunya, secara syariat maupun hakikat, maka akan mudah mencapai khusyuk dalam shalat. Caranya, lanjut dia menerangkan isi kitab, jangan bicara setelah usai wudhu. Langsung menuju tempat shalat dengan pikiran tetap konsentrasi bahwa diri hendak berjumpa Gusti Allah Ta’ala.
“Wudlu itu gerah tubuh dan jiwa. Makanya orang yang hilang akal alias gila, batal wudhunya,” simpul dia.
Ia jelaskan pula, urutan gerakan wudhu tidak bisa diganti dengan misalnya nyemplung sungai. Meski jika orang kungkum seluruh tubuh langsung basah dan suci, tetaplah orang harus wudhu dengan niat khusus dan membasuhkan air sesuai prosedur. Bahkan untuk orang yang mandi jinabat atau memandikan mayat, harus didahului dengan wudhu dulu. Bukan dibalik. Kecuali orang seusai mandi jinabat kena hadas dan butuh wudhu.
Alam Jisim dan Alam Ruh
Pembedah kedua, buyut Mbah Soleh Darat dari istri Shofiyah binti Kyai Ali Murtadho, Lukman Hakim Saktiawan mempresentasikan, shalat adalah aktivitas yang melibatkan fisik yaitu gerakan dan bacaan, serta melibatkan ruh. Jadi jasmani dan ruhani harus disinkronkan.
“Kita hidup ini ada alam jism dan alam ruh. Shalat itu penggabungan keduanya. Ruh kita harus menyatu dengan gerakan tubuh kita dan bacaan lafal dalam shalat kita,” terang penulis buku Keajaiban Shalat Menurut Ilmu Kesehatan Cina (Mizan Pustaka) ini.
Dijelaskan pelatih Shaolin Kung Fu yang berprofesi therapyst ini, gerakan takbirotul ihrom dan gerakan lain sangatlah mempengaruhi kinerja otak. Posisi tangan kala takbir ini, kata Gus Lukman, haruslah tepat. Yakni jempol tangan sejajar dengan lubang telinga da kepala sedikit menunduk dengan mata melihat ke arah posisi sujud.
Dengan posisi itu, dia jelaskan, syaraf tulang belakang di bagian tengkuk akan mengirim sinyal ke otak kecil, lalu menggetarkan sel syaraf di otak bagian depan. Hasilnya, seluruh memory jadi terbuka.
Jika tidak dikendalikan dengan setelah pikiran sejak sebelum takbir, maka yang terjadi justru ingat semua hal yang sebelum shalat tidak terpikirkan. Termasuk ingat barang yang hilang atau ingat urusan yang belum kelar. Itu menurutnya adalah pengaruh setan yang telah masuk dalam aliran darah dan berhasil mengacaukan memory otak.
“Saat kita takbirotul ihrom, biasanya ingat banyak hal yang sebelum shalat tidak kita pikirkan atau terlupakan. Sering kan, kita ingat sesuatu atau tahu posisi barang yang kita cari justru saat shalat,” tuturnya disambut tawa hadirin tanda membenarkan.
Tentang waktu shalat dan jumlah rokaat shalat, lanjut Lukman mengutip isi kitab kakek buyutnya, ada rahasianya. Shalat yang dilakukan tepat waktu atau di awal waktu, bisa membuat tubuh sehat dan pikiran tenang. Jumlah rokaat juga menunjang metabolisme tubuh dan jiwa.
Ia mencontohkan, kala waktu dhuhur, ion-ion dalam tubuh sudah kacau. Antara ion positif dan negatif berkelindan semrawut. Maka jika dipakai berwudhu lalu shalat empat rokaat, ion tubuh akan kembali seimbang. Harmonis seperit putaran alam. Demikian pula siklus waktu Asar, Maghrib, Isya dan Subuh.
“Gerakan yang tepat dan thuma’ninah, disertai penghayatan akan makna bacaan, juga menunjang kebaikan tubuh kita. Jadi shalat itu bukan sekedar ibadah untuk menyembah Tuhan. Tapi juga untuk kebaikan diri kita. Makanya kita itu sesugguhnya shalat. Allah sama sekali tidak butuh shalat kita,” pungkasnya.
Pentingnya Hakikat
Sementara itu, Ketua PCNU Kota Semarang H Anasom yang menjadi narasumber istimewa menyatakan, shalat itu ibarat orang mi’roj kepada Gusati Allah. Jika Rasulullah mi’roj untuk menerima perintah shalat, seorang muslim yang shalat sesungguhnya juga bertemu Gusti Allah. Sehingga jika shalatnya benar, plus dzikir benar, akan dicapai kenikmatan beribadah. Lalu ia jadi orang suci karena mencapai derajat ma’rifat. Hasilnya, seluruh tindakan can ucapannya ibarat sama dengan “perbuatan dan perkataan” Gusti Allah.
Tantangan terberat khushuk, kata dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo ini, adalah menepis bisikan setan yang membuat pikiran jadi ke mana-mana. Maka penataan niat dengan setelah pikiran menjadi kunci utama. Jika wudhu dan shalat tidak khusyuk, yang didapat seorang hamba hanya gugur kewajiban secara syariat saja. Nikmat dan manfaat bersuci dan shalat tidak akan didapat. Mirip orang puasa yang hanya sah secara fiqih tapi tak mendapat berkah apapun selain lapar dan dahaga. Sehingga shalat yang demikian masih membuat pelakunya bisa berbuat dosa atau bahkan durhaka.
“Jika kita bertanya mengapa shalat kita tidak bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, ini karena shalat kita tidak khusyuk. Tidak mencapai tataran hakikat, apalagi ma’rifat. Jadi kesimpulannya, isi kitab Kyai Soleh adalah penggabungan fiqih dengan tasawuf,” imbuhnya.
Anasom menyarankan, kitab Lathoifut Thoharoh tersebut ditulis ulang dengan teks Indonesia dan diberi syarah atau tambahan dari sudut pandang metafisika oleh Lukman Hakim Saktiawan. Tujuannya agar orang-orang zaman sekarang bisa membaca dan mengamalkan ajaran Mbah Soleh Darat.
Sebab menurutnya, tidak semua orang paham Bahasa Jawa dan tidak semua orang bisa membaca Arab pegon.
Redaktur: Hamzah Sahal
Redaktur: M Ichwan
Semarang, NU Online
Anda
sulit shalat khusyuk? Anda ingin bisa konsentrasi dalam shalat,
sehingga bisa seperti Kanjeng Nabi? Baca kitab Mbah Sholeh Darat dan
ikuti ajaran-ajarannya.
<>
Kitab yang dimaksud adalah Lathoifut Thoharoh wa Asrorus Shalah.
Dalam rangka Haul ke-112 sang waliyullah, digelar bedah kitab ini oleh
Dr. H. Muh In’amuzzahidin, M.ag dan Gus Lukman Hakim Saktiawan, keduanya
dzurriyyah Mbah Sholeh Darat, serta Ketua PCNU Kota Semarang H.
Anasom.
Acara yang digelar di Masjid KH Sholeh Darat, Jl. Kakap
Darat Tirto 212 Kelurahan Dadapsari Kecamatan Semarang Utara pada Ahad
(26/8) ini dihadiri 150-an orang dari berbagai lapisan.
In’amuzzahidin
yang buyut mantu dari Mbah Sholeh Darat memaparkan soal shalat khusyuk
tersebut di hadapan hadirin. Menurut dosen Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang ini, jauh sebelum ada pelatihan shalat khusyuk oleh
Dokter Abu Sangkan, Kyai Sholeh yang merupakan maha guru dari para guru
ulama nusantara telah menulis pedoman shalat khusyuk dalam kitabnya yang
selesai ditulis pada 27 Sya‘bân 1307 H atau 126 tahun lalu berdasar
kalender hijriyah.
Dimulai dari Wudhu
In’am
menerangkan, untuk bisa khusyuk dalam shalat, harus dimulai dengan wudhu
yang benar. Tak hanya benar dari sisi gerakan atau aspek syariat, tapi
harus diiringi niat yang tulus dan hati yang mantap.
Membasuh
muka berarti membasuh wajah yang selalu sibuk menghadap pada dunia dan
kemewahannya. Oleh karenanya, hendaknya dibasuh dengan air taubat dan
istighfar. Membasuh tangan berarti membasuh ketergantungan kepada
makhluk. Mengusap kepala berarti tawadlu’ pada Allah dan merendahkan
diri di hadapan-Nya. Sedangkan membasuh kaki adalah membasuh bekas
langkah keliru atau dosa perbuatan.
“Kyai Sholeh Darat
menjelaskan nilai-nilai spiritualitas yang berhubungan dengan bersuci
dan shalat. Saat berwudhu, niatkahlah membuang nafsu dan dosa,” ujar
pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pedurungan ini.
Membasuh
kaki berarti membasuh bekas watak manusia yang berasal dari tanah,
dengan perilaku yang terpuji,” tandas sektretaris Jurusan Tafsir Hadis
ini.
Jika orang sempurna wudhunya, secara syariat
maupun hakikat, maka akan mudah mencapai khusyuk dalam shalat. Caranya,
lanjut dia menerangkan isi kitab, jangan bicara setelah usai wudhu.
Langsung menuju tempat shalat dengan pikiran tetap konsentrasi bahwa
diri hendak berjumpa Gusti Allah Ta’ala.
“Wudlu itu gerah tubuh dan jiwa. Makanya orang yang hilang akal alias gila, batal wudhunya,” simpul dia.
Ia
jelaskan pula, urutan gerakan wudhu tidak bisa diganti dengan misalnya
nyemplung sungai. Meski jika orang kungkum seluruh tubuh langsung basah
dan suci, tetaplah orang harus wudhu dengan niat khusus dan membasuhkan
air sesuai prosedur. Bahkan untuk orang yang mandi jinabat atau
memandikan mayat, harus didahului dengan wudhu dulu. Bukan dibalik.
Kecuali orang seusai mandi jinabat kena hadas dan butuh wudhu.
Alam Jisim dan Alam Ruh
Pembedah
kedua, buyut Mbah Soleh Darat dari istri Shofiyah binti Kyai Ali
Murtadho, Lukman Hakim Saktiawan mempresentasikan, shalat adalah
aktivitas yang melibatkan fisik yaitu gerakan dan bacaan, serta
melibatkan ruh. Jadi jasmani dan ruhani harus disinkronkan.
“Kita
hidup ini ada alam jism dan alam ruh. Shalat itu penggabungan keduanya.
Ruh kita harus menyatu dengan gerakan tubuh kita dan bacaan lafal dalam
shalat kita,” terang penulis buku Keajaiban Shalat Menurut Ilmu
Kesehatan Cina (Mizan Pustaka) ini.
Dijelaskan pelatih Shaolin
Kung Fu yang berprofesi therapyst ini, gerakan takbirotul ihrom dan
gerakan lain sangatlah mempengaruhi kinerja otak. Posisi tangan kala
takbir ini, kata Gus Lukman, haruslah tepat. Yakni jempol tangan sejajar
dengan lubang telinga da kepala sedikit menunduk dengan mata melihat ke
arah posisi sujud.
Dengan posisi itu, dia jelaskan, syaraf
tulang belakang di bagian tengkuk akan mengirim sinyal ke otak kecil,
lalu menggetarkan sel syaraf di otak bagian depan. Hasilnya, seluruh
memory jadi terbuka.
Jika tidak dikendalikan dengan setelah
pikiran sejak sebelum takbir, maka yang terjadi justru ingat semua hal
yang sebelum shalat tidak terpikirkan. Termasuk ingat barang yang hilang
atau ingat urusan yang belum kelar. Itu menurutnya adalah pengaruh
setan yang telah masuk dalam aliran darah dan berhasil mengacaukan
memory otak.
“Saat kita takbirotul ihrom, biasanya ingat banyak
hal yang sebelum shalat tidak kita pikirkan atau terlupakan. Sering kan,
kita ingat sesuatu atau tahu posisi barang yang kita cari justru saat
shalat,” tuturnya disambut tawa hadirin tanda membenarkan.
Tentang
waktu shalat dan jumlah rokaat shalat, lanjut Lukman mengutip isi kitab
kakek buyutnya, ada rahasianya. Shalat yang dilakukan tepat waktu atau
di awal waktu, bisa membuat tubuh sehat dan pikiran tenang. Jumlah
rokaat juga menunjang metabolisme tubuh dan jiwa.
Ia
mencontohkan, kala waktu dhuhur, ion-ion dalam tubuh sudah kacau. Antara
ion positif dan negatif berkelindan semrawut. Maka jika dipakai
berwudhu lalu shalat empat rokaat, ion tubuh akan kembali seimbang.
Harmonis seperit putaran alam. Demikian pula siklus waktu Asar, Maghrib,
Isya dan Subuh.
“Gerakan yang tepat dan thuma’ninah, disertai
penghayatan akan makna bacaan, juga menunjang kebaikan tubuh kita. Jadi
shalat itu bukan sekedar ibadah untuk menyembah Tuhan. Tapi juga untuk
kebaikan diri kita. Makanya kita itu sesugguhnya shalat. Allah sama
sekali tidak butuh shalat kita,” pungkasnya.
Pentingnya Hakikat
Sementara
itu, Ketua PCNU Kota Semarang H Anasom yang menjadi narasumber istimewa
menyatakan, shalat itu ibarat orang mi’roj kepada Gusati Allah. Jika
Rasulullah mi’roj untuk menerima perintah shalat, seorang muslim yang
shalat sesungguhnya juga bertemu Gusti Allah. Sehingga jika shalatnya
benar, plus dzikir benar, akan dicapai kenikmatan beribadah. Lalu ia
jadi orang suci karena mencapai derajat ma’rifat. Hasilnya, seluruh
tindakan can ucapannya ibarat sama dengan “perbuatan dan perkataan”
Gusti Allah.
Tantangan terberat khushuk, kata dosen Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo ini, adalah menepis bisikan setan yang membuat
pikiran jadi ke mana-mana. Maka penataan niat dengan setelah pikiran
menjadi kunci utama. Jika wudhu dan shalat tidak khusyuk, yang didapat
seorang hamba hanya gugur kewajiban secara syariat saja. Nikmat dan
manfaat bersuci dan shalat tidak akan didapat. Mirip orang puasa yang
hanya sah secara fiqih tapi tak mendapat berkah apapun selain lapar dan
dahaga. Sehingga shalat yang demikian masih membuat pelakunya bisa
berbuat dosa atau bahkan durhaka.
“Jika kita bertanya mengapa
shalat kita tidak bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, ini karena
shalat kita tidak khusyuk. Tidak mencapai tataran hakikat, apalagi
ma’rifat. Jadi kesimpulannya, isi kitab Kyai Soleh adalah penggabungan
fiqih dengan tasawuf,” imbuhnya.
Anasom menyarankan, kitab
Lathoifut Thoharoh tersebut ditulis ulang dengan teks Indonesia dan
diberi syarah atau tambahan dari sudut pandang metafisika oleh Lukman
Hakim Saktiawan. Tujuannya agar orang-orang zaman sekarang bisa membaca
dan mengamalkan ajaran Mbah Soleh Darat.
Sebab menurutnya, tidak semua orang paham Bahasa Jawa dan tidak semua orang bisa membaca Arab pegon.
Redaktur: Hamzah Sahal
Redaktur: M Ichwan
No comments:
Post a Comment